Sunday, August 25, 2013

Baju tradisional Pakistan

Bulan Mei 2013 lalu, saya mendapat tugas ke Pakistan untuk memantau pemilu parlemen Pakistan. Seperti biasa, sebelum berangkat saya browsing dulu pakaian yang biasa digunakan di sebuah negara, supaya tidak "saltum" alias salah kostum. Maklum, penugasan di negara-negara yang mayoritas Islam memiliki kekhususan tersendiri untuk pakaian untuk pemantau pemilu yang perempuan. Kalau pemantau yang laki-laki gak repot, asal jangan pakai T-shirt dan celana pendek, aman. 

Akhirnya didapatlah nama "shalwar kameez" atau "shilwar kameez". Cantik-cantik, tapi saya tidak suka, karena baju yang ditampilkan baju yang feminin banget dan fancy. Saya kan di sana untuk bekerja dan pasti ke sana kemari termasuk akan wawancara orang di jalanan, jadi tidak mungkin saya memakai baju yang fancy. Jadi saya memutuskan untuk membelinya ketika sudah berada di Pakistan saja. Saya membawa beberapa baju yang panjangnya selutut dan berlengan panjang. 

Penugasan saya di Lahore, provinsi Punjab. Sebenarnya saya yang minta pada panitia (the Core Team) karena saya dengar kota Lahore cantik sekali. Acara cukup padat sehingga saya belum sempat melihat-lihat shilwar kameez apalagi membelinya. Suatu hari di hotel saya lihat ada bazaar, wah langsung masuk dong, karena baju yang dipajang keren-keren. Tapiiii, hotel saya adalah hotel bintang lima, jadi pasti mahal. Hati bimbang antara keinginan memiliki shilwar kameez dan harga yang mahal. Kebetulan ada undangan pesta dari Konsulat Jenderal AS di Lahore, jadi kayaknya harus membeli deh. Tutup mata aja deh dengan harga yang mahal. Nah, ini dia baju yang saya beli dan pakai untuk menghadiri pesta tersebut. Cantik kan.

Miss Indonesia dan miss Pakistan sebelum menghadiri pesta di Konjen AS di Lahore, Pakistan.
Lokasi: Hotel Pearl Intercontinental, Lahore, Pakistan. May 2013
Ada teman Indonesia yang bertanya, kenapa saya tidak menggunakan batik atau tenunan Indonesia. Ya, seperti saya sebutkan di awal, saya tidak tahu apa itu shilwar kameez dan di mana membelinya di Jakarta. Shilwar kameez adalah blus panjang dengan belahan mulai dari pinggul. Jadi di Indonesia sebenarnya ada juga baju seperti ini, hanya biasanya blusnya sepanjang paha atau sekedar menutupi pinggul saja. Kata kameez mirip dengan kata gamis yang umum orang Indonesia gunakan. 

Shilwar kameez yang saya gunakan berbahan katun, bahan favorit saya. Hiasan di bagian dada merupakan tenunan Sindh, salah satu daerah sekaligus tribe (suku) di Pakistan dan Afghanistan. Ketika saya memakainya, banyak orang Pakistan yang menoleh dan senyum-senyum. Oh ya, warna coklat dan krem merupakan warna favorit saya. Jadi pilihan pada baju ini merupakan cinta pada pandangan pertama, he he he. Begitu lihat, tidak mau berpaling. Harganya hampir 3000 rupee (kalau gak salah) setara dengan Rp 300 ribu. Harga tersebut sekaligus untuk menjahit blus. Saya tidak mau menjahit celana panjang pasangan shilwar kameez tersebut, karena pertama, saya tidak suka memakai celana bahan, saya lebih suka memakai jeans atau jika celana bahan saya punya merek favorit tersendiri. Kedua, model celana panjang di sana gak oke.  

Baju ini saya beli dalam bentuk bahan, jadi saya menjahitnya di sana. Si auntie yang berjualan bahan ini, berjanji akan menyelesaikannya dalam dua hari. Dan taraaaa, bajunya selesai seperti yang dijanjikan, tanpa mengukur badan saya pula. Saya hanya mencoba satu baju di standnya, yang berukuran M dan pas dengan saya, seolah bajunya dibuat khusus untuk saya, ha ha ha. Sebelum pergi ke Konjen AS, saya ke standnya, dan menunjukkan betapa pas baju tersebut dengan saya. Pedagang yang lain juga memuji, si auntie yang pas banget menjahitnya dan saya yang pas banget memakainya. Bukannya memuji diri sendiri, tapi banyak bule yang bertugas di pemilu Pakistan kemarin, membeli juga shilwar kameez meski hanya blusnya saja, tapi ketika dipakai, gak pas dilihatnya. Bukan tidak pas di ukurannya, tapi gak pas saja dilihatnya. 

Beberapa hari kemudian, tekanan kerja agak berkurang sehingga kami punya waktu untuk mencari kebutuhan kami. Saya berniat memakai shilwar kameez saat hari pemungutan suara, dan penerjemah saya mebutuhkan sepatu yang nyaman untuk hari itu.  Kami ke sebuah kompleks perbelanjaan yang cukup besar seperti daerah Blok M, tapi tempatnya lengang dan bersih sekali. Satu persatu toko kami masuki akhirnya saya menemukan shilwar kameez ini. Cantik juga, kan.

Di The Monal Restaurant saat farewell lunch. Restoran terletak di atas bukit yang mengeliling Islamabad.
Saya suka warna putih, karena membuat saya pede. Saya perlu warna merah karena membuat saya cerah dan semangat tentunya. Pagi hari pemungutan suara begitu dari keluar dari kamar hotel, tamu dan pegawai hotel mengatakan, "Ma'am, you look like Pakistani woman." Jelas, senang banget dong. Penerjemah saya bilang, ketika saya mencoba baju ini di toko, "you look smart with this shilwar kameez". ho ho ho, belum tau dia, kalau saya smart beneran (gak ada yang muji, jadi muji sendiri lah)

Yang menarik dari shilwar kameez adalah orang Pakistan sangat pintar memadukan warna antara blus, celana panjang dengan selendangnya. Selendangnya disebut dengan dupatta. Semua shilwar kameez yang dipajang di hampir semua toko di sana begitu serasi warnanya. Hanya harganya yang gak murah, iyalah, bajunya bermeter-meter termasuk dupattanya.

Pola shilwar kameez sedang saya buat. Karena banyak banget laporan yang mesti saya buat.... 

         

Tuesday, March 5, 2013

Membuat baju sackdress

Kali ini kita membuat baju yang lebih "serius". 

Serius? Jadi selama ini gak serius ya? He he he, kemarin-kemarin saya kasih tau buat pola baju dengan cara yang mudah-mudah saja, yaitu dengan menjiplak baju yang sudah ada. Jadi gak perlu pakai pola yang aneh-aneh. 

Maksud saya, karena pola itu ada macam-macam jenisnya. Ada pola Jepang, pola Amerika, pola Eropa dan seterusnya. Apalagi kemudian ada pola yang dinamakan sesuai dengan desainer atau penemu pola tersebut. 

Saya suka dan maunya pola yang sederhana saja, karena saya bukan profesional di bidang jahit menjahit dan tidak pernah kursus serius, selain iseng-iseng saja karena ada mesin jahit menganggur di rumah. 

Beres-beres tumpukan dokumen di rumah, saya menemukan majalah jadul banget, majalah tahun 70-an yang saya beli jaman saya kuliah tahun 90-an. Jadi majalah itu sudah berumur hampir 40 tahun ya. Sudah kuning dan agak lembab. Tapi model yang saya suka, lagi-lagi model yang sederhana yaitu model sackdress, ada di majalah ini. 

Sackdress adalah model baju yang diminati di tahun 60 dan 70-an, begitu simpel dan sederhana tapi sekaligus feminin dan elegan, karena saat itu dunia baru bangkit dari kepedihan Perang Dunia kedua. 

Di Indonesia, sackdress sebenarnya sama populer dengan sebutan daster, cuma daster dibuat dari bahan yang tipis dan nyaman, jadi cocok untuk di rumah atau untuk tidur. 

Kalau sackdress dibuat dari macam-macam bahan sehingga bisa juga dipakai untuk keluar rumah. dan sekarang sackdress kembali "in" kembali populer kembali di abad 21 ini (taelaaa).  


Saya mau bikin baju ini, karena saya sering menghadiri acara  dengan lembaga pemerintah atau LSM. Kalau memakai blus batik terus, kayaknya bosan juga. Sekali-sekali ingin tampil feminin dan tentu saja tampil beda. 

Polanya sederhana dan mudah dibuat. Tetapi tunggu dulu ya. Pola yang ada di samping ini merupakan pola yang sudah dimodifikasi. 

Jadi seharusnya ada pola dasar sesuai dengan badan kita masing-masing. Namun, berhubung kesibukan saya, lah, kok yang pertama saya selesaikan justru bagian ini. 

Pola dasarnya nanti disusul ya. Untuk sekarang, silahkan menikmati dan membayangkan dulu pola dan model baju sackdress ini.

Saya sudah buat pola sackdress sesuai dengan petunjuk dari majalah ini, tetapi sepertinya tidak pas dengan ukuran badan saya. Gak ngerti kenapa. Lubang lengannya terlalu kecil untuk lengan saya. Jadi kayaknya saya mesti modifikasi lagi. 

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat sackdress ini adalah 2.3 yards, setara dengan 2,5 meter dengan lebar 36 inci atau setara dengan 1,5 meter. 

Sleeve Length = Panjang lengan baju
Zipper Closing = Batas restleting
Fold = batas lipatan
Front = sisi bagian depan
Back = sisi bagian belakang
same as the basic pattern = sama dengan pola dasar
except the neck opening = kecuali bagian bukaan leher

Monday, March 4, 2013

Pola Baju Kedah

Baju Kedah yang berasal dari negara bagian Kedah, Malaysia memiliki pola yang sederhana. Sehingga untuk pemula atau orang yang iseng-iseng menjahit, bolehlah. 

Baju Kedah comes from Kedah, Malaysia. It has a very simple pattern. So, it is good for beginner in sewing field.

Meski pada perkembangannya di Malaysia, baju Kedah yang semula baju sehari-hari kemudian dimodifikasi sehingga bisa terkesan mewah. Hampir sama dengan perkembangan kebaya di Indonesia. Dari baju kebaya harian, begitu ganti bahan wah, jadi mewah banget.

Baju Kedah originally is daily wear and then is modified and can have glamour look, according to the stuff people use. It is almost similar like Kebaya from Indonesia. From daily wear Kebaya, when the designer change the stuff from cotton into lacy or silk with fine embroidery, Kebaya then has glamorous look.        

Kali ini saya membuat pola baju Kedah dari baju Kedah yang saya beli di Kuala Lumpur beberapa waktu yang lalu. Ukuran pola ini adalah S atau kecil. Dan pas betul dengan badan saya. Padahal, kalau baju Indonesia yang saya beli, ukuran baju saya biasanya adalah L. Jadi nanti perhatikan ukuran badan masing-masing ya, kalau mau membuatnya dengan kain.

This time I would like to make a pattern of Baju Kedah that I bought in Kuala Lumpur a couple months ago. This size of this pattern is S (Small), although my clothes size in Indonesia is usually L. So, if you want to make pattern, please pay attention with your own measurement.

Pola Baju Kedah. Pattern of Baju Kedah.
   
Nah, polanya sederhana bukan? Ukuran dibuat dengan centimeter. Well, the pattern is very simple and easy, right?

Lebar badan 27 cm, badan atas dan badan bawah sama saja lebarnya.

Panjang blus 56 cm yang dibagi dua, 20 cm untuk lubang lengan, sisanya 36 cm. Baju Kedah ini panjangnya hanya menutup setengah pinggul, jadi bisa dipanjangkan jika suka.

Panjang blus sebelah kiri bagian depan turun 10 cm untuk lubang leher. Sedangkan di bagian lebar badan, sisakan 7 cm untuk lubang leher bagian atas. Buat lengkungan. Di bawah lengkungan leher, ada garis putus-putus sepanjang 10,5 cm yang merupakan bukaan bagian depan dan bisa dikancingkan. Oh ya, lengkungan bergaris biru adalah untuk bagian belakang blus.  

Pola leher bagian depan saya ubah, karena leher baju Kedah yang asli tersebut terlalu sempit dan mencekik leher saya, sehingga ketika dipakai, kancing yang ada tidak saya kancingkan. Bukaan tersebut juga terlalu lebar ke bawah. Karena saya memakai tank top, jadi menutup bagian yang tidak patut terlihat. 

Yang saya lakukan pada pola ini adalah, kerung leher bagian atas saya mundurkan 1 cm, bagian bawah saya mundurkan 2 cm, dan tidak ada bukaan di depan. Saya mencoba dan mengubah pola beberapa kali, hingga saya tidak kesulitan memasukkan blus ke leher saya tetapi sekaligus leher blus juga tidak terlalu rendah.

Baju Kedah
Panjang lengan 26 cm, sedangkan lebarnya 20 cm. 

Menjahitnya juga gampang. Setelah semua bahan dipotong sesuai dengan pola, tinggal jahit lurus saja, lalu diobras bagian dalamnya.

It is also easy to sew it, because the line is very simple and quick.

Selamat mencoba yaaa. Happy sewing!!

Sunday, March 3, 2013

Baju Kedah

Ketika ke Kuala Lumpur beberapa waktu yang lalu, iseng-iseng masuk ke Mydin, sebuah kedai borong alias toko obral yang letaknya tidak jauh dari hotel tempat menginap. 

Sebenarnya kalau di Kuala Lumpur atau Malaysia, saya malas lihat-lihat baju karena kebanyakan bajunya dari Indonesia juga, tapi saya sedang ingin buang waktu sambil menunggu janji bertemu dengan seorang teman, jadi bolehlah lihat-lihat. Siapa tau ada yang menarik. Ternyata saya menemukan baju kedah ini. 

Baju Kedah


Saya pikir baju kedah adalah baju dari negara bagian Kedah. Jadi saya mau tau, seperti apa baju kedah itu, apakah berbeda dengan baju kurung. Tapi lihat potongan bajunya kok, sederhana banget mirip baju tidur untuk perempuan. Tapi saya tertarik melihat polanya yang serba lurus, jadi betul ini baju yang saya cari. 

Saya coba, pas banget di badan. Saya juga suka motifnya yang bunga-bunga kecil jadi kesannya feminin. Pilih-pilih akhirnya dapatlah 3 warna. Ha ha ha, dari iseng akhirnya ikut ngeborong juga. Iya, karena kalau beli 3 harganya jadi lebih murah, namanya juga belanja di kedai borong. Harga baju kedah ini jadinya RM 5 atau Rp 15 ribu per helainya. Cukup murah atau kata orang Malaysia, murah sangat. Tapi memang sesuai, karena bahannya tipis sekali, jadi kalau mau pakai mesti pakai lapisan atau tank top. 

Ketika membayar, saya tanya ke kasirnya, yang sepertinya orang Indonesia, apa baju kedah itu, apakah baju dari negeri Kedah atau baju tidur. Maklum deh, kosakata Indonesia dengan Melayu meski mirip tapi banyak bedanya juga. Dia bilang, itu baju untuk orang tua. Wah, masa iya sih. Melihat raut muka saya yang agak-agak kaget, dia membetulkan, ya sekarang juga banyak sih anak muda yang pakai. Yah okelah kalau begitu....

Sampai di hotel, baju kedah ini saya bentangkan untuk memastikan polanya. Polanya serba lurus dan kotak, menunjukkan ciri-ciri baju dari jaman kuno. Baju dengan pola sederhana dan sejenis ini adalah kebaya (Indonesia), abaya (Timur Tengah), kimono (Jepang) dan beberapa negara lainnya. Sangat sederhana. Dan saya suka dengan pola baju sederhana. 

Lengan baju kedah ini tidak panjang dan tidak juga pendek, 3/4 lengan. Gunanya agar pemakai mudah bekerja, karena awalnya baju kedah ini digunakan untuk wanita yang sudah menikah. Kalau sudah ibu-ibu kan pekerjaannya banyak, daripada harus menggulung baju, kan repot, jadi sekalian saja lengannya cukup tiga perempat lengan. Namun, dengan bahan setipis dan lembut itu, jatuh dan kesannya baju kedah ini jadinya feminin. 

Saya sudah jiplak baju kedah ini untuk membuat polanya, jadi nanti saya akan upload di sini. Saya juga sudah membuat sebuah baju yang dibuat dari pola baju kedah ini, tapi bahan yang saya gunakan bermotif batik.